Searching...
Wednesday 15 May 2013

Star Trek Into The Darkness Film ke-12

Meski fiksi ilmiah, sejarah panjang Star Trek adalah puluhan tahun perjalanan khayalan ruang angkasa yang memberi pengaruh besar pada budaya pop. Menikmati Star Trek bukan lagi menikmati tontonan, tapi sebuah warisan budaya.


Kehadiran film ke-12 Star Trek berjudul Into Darknessdi tahun 2013 ini tidak lagi disambut sebagai petualangan sinematik saja. Film yang pekan ini baru akan tayang di sebagian besar jaringan bioskop Tanah Air itu, dirayakan sebagai kelanjutan sebuah budaya pop yang sudah berlangsung puluhan tahun. Dinikmati oleh segala usia, dengan kemampuan penetrasi budaya yang membuat franchise laris ini dapat terus dinikmati sampai kapanpun.

Di film ke-12 nya, Star Trek tentu masih berkutat di perjalanan ruang angkasa yang dilakukan kru pesawat USS Enterprise (Starship Enterprise), dipimpin oleh Kapten muda James T. Kirk (diperankan Chris Pine dengan sangat berkharisma), bersama karakter-karakter kru yang sama selama beberapa puluh tahun franchise ini berjalan. Karakter-karakter yang terus diingat penggemar setia, karakter-karakter yang akhirnya diperankan oleh aktor-aktor lebih muda – pada gilirannya – untuk membuat warisan kisah ini dapat terus berjalan.

Serial televisi Star Trek dimulai tahun 1966, berhasil berjalan selama puluhan musim tayang yang panjang. Dimulai dengan the original TV series (hanya tayang selama tiga musim saja) yang menampilkan aktor William Shatner sebagai Kapten James. T Kirk, diikuti dengan beberapa serial spin off lain yang semua berlangsung di alam semesta Star Trek.  Sejauh ini sudah ada 6 spin off. Tentu saja kesuksesan serial televisi mendorong lahirnya beberapa theatrical release (film layar lebar) dengan kisah yang berdiri sendiri. Puluhan tahun berada di layar lebar dan layar kaca, kisah USS Enterprise dan semua krunya mengendap setia di benak penggemar kisah fiksi ilmiah.

Star Trek Into Darkness
Perjalanan antariksa adalah tema yang menarik dikulik untuk platform hiburan apapun.  Bahkan sebelum manusia pada akhirnya bisa menginjakkan kaki di bulan, rasa penasaran manusia akan perjalanan luar angkasa sudah dieksplorasi di era film bisu. Dengan mendaratnya manusia di bulan, tema perjalanan ruang angkasa menyerang dunia hiburan. Star Trek tidak sendiri pada jamannya mengeksplorasi tema ini. Tentu saja ada Star Wars, dan beberapa film lain yang sama-sama membawa manusia ribuan mil ke galaksi yang lokasi persisnya entah di mana.

Manusia belum pernah berhasil untuk melakukan perjalanan lebih jauh daripada bulan. Angan-angan menginjakkan kaki di Mars pun sejauh ini belum terlaksana. Sebagian alasan itu bisa membuat kisah seperti Star Trek begitu populer. Bagaimana kira-kira bumi di masa depan? Bagaimana kira-kira perjalanan luar angkasa akan dilakukan? Adakah mahkluk lain selain manusia di Bimasakti yang tak terbatas ini? Semua bisa dieksplorasi secara liar oleh dunia kreatif seperti perfilman.  Fantasi adalah hasrat yang harus dipuaskan. Keinginan akan fantasi pun dijawab dengan fantasi. Sebuah semesta fiksi yang akhirnya dicintai jutaan orang, diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi.

Star Trek Into Darkness
Sama seperti produk budaya pop lainnya, selain kisah yang membekas, semesta Star Trek juga tak mudah dilupakan karena detail set produksi yang sampai saat ini masih kental terasa. Kostum, set pesawat, sampai penampilan setiap karakter yang dihapal penggemar dengan setia. Langkah jauh film ini melebur dalam budaya pop tentu dengan keberadaan penggemar setia yang disebut trekkie di seluruh dunia. Penggemar setia yang di waktu - waktu tertentu tampil ala Kru USS Enterprise untuk merayakan semangat perjalanan antariksa yang tak lekang jaman itu.  Beberapa aktor juga menjadi icon budaya pop karena pernah ambil bagian di produksi Star Trek. Sebut saja aktor Wiliam Shatner, Patrick Stewart yang memerankan Kapten James Lu Picard, atau Leonard Nimoy yang memerankan karakter First Officer Spock yang terkenal tidak bisa merasakan emosi itu.

Star Trek Into Darkness mengembalikan ingatan penonton pada tahun-tahun saat Kapten James T. Kirk masih muda, masih di tahun-tahun awalnya mengemban misi eksplorasi galaksi menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru. Misi yang istimewa, karena USS Enterprise memang bukan kapal perang, tapi kapal penelitian. Namun tentu saja, Kirk dan para kru harus siap dengan semua konfrontasi yang ada, terutama dengan planet-planet yang cenderung bermusuhan. Misi damai ini membuat kisah Star Trek menjadi istimewa dan berbeda.

Into Darkness tentu punya konflik utama, yakni Kirk yang akhirnya harus  bertemu dengan sosok manusia buatan yang punya misi untuk membersihkan golongan mahkluk hidup lemah di bumi. Musuh utama yang awalnya muncul di salah satu theatrical release franchise ini, yaitu Star Trek II: The Wrath of Khan di tahun 1982.  Perputaran plot yang dieksekusi dengan baik oleh JJ. Abrams yang juga menyutradarai film pertama di tahun 2009.  Perubahan arah jalan cerita yang mengejutkan, efek khusus fantastis, sampai kegemaran JJ. Abrams menampilkan ledakan bombastis di film-filmnya menjadikan Into Darkness petualangan sendiri yang tidak membosankan.

Tapi sekali lagi, there’s always something for everyone. Tidak semua orang menyukai genre fiksi ilmiah. Bila pada dasarnya tidak menyukai tema-tema perjalanan luar angkasa yang penuh khayal maka akan susah menikmati film ini. Tapi bagi para trekkie, kembalinya kisah USS Enterprise ke layar lebar adalah kembalinya cinta mendalam akan sebuah budaya.  Sama seperti misi awal pesawat USS Enterprise, maka kisah Star Trek tidak akan pernah berakhir karena Bimasakti tidak terbatas.

 [[sumber]]

1 comments: